Chapter 1: Chinou Yuuri



Matahari mulai menampakan dirinya di antara awan-awan putih yang menghiasi langit biru yang cerah. Mulai terlihatnya ratusan pelajaran memakai seragam berlengan pendek telah menunjukan suatu hal; Jepang telah memasuki musim panas. Tak mengherankan semua orang sudah mulai memakai baju musim panas. Seperti biasanya, di jam pagi seperti ini, Tokyo terlihat padat. Banyak orang berlalu lalang menyebrangi jalan raya. Jalanan di kota termahal di dunia itu terlihat ramai seperti biasa. Ibukota negeri Sakura itu .

Di sebuah rumah di daerah Minato-ku, terdengar pula suara sahut-menyahut yang biasa di dengar oleh para tetangga dan orang-orang sekitar setiap pagi. Rumah itu merupakan rumah bergaya sederhana yang cukup besar untuk ukuran masyarakat Jepang. Namun tentu saja tidak sebesar rumah mewah yang dimiliki para orang kaya di sana. Terdapat papan nama keluarga di tembok grbang rumah itu.

Yamato.

“Otou-san…” seorang laki-laki yang terlihat berumur 15-16 tahun itu berseru. “Kenapa aku hanya diberikan bola sepak, sedangkan Daisuke-nii mendapat sepatu bola baru yang bagus!?” protesnya tidak terima.

Ayah pemuda itu hanya melirik sesaat dan menggeleng, “Bukankah bola sepakmu yang lama sudah rusak? Jadi Ayah belikan yang baru dan lebih bagus tentunya,” jelas ayahnya itu sambil menyeruput teh hijaunya yang masih panas dengan santai.

“Itu hal lain! Aku sudah bilang, aku akan membelinya sendiri dengan uang tabunganku. Toh, aku masih bisa pinjam bola klub jika aku mau! Tapi yang benar-benar kuinginkan adalah sepatu bola yang baru!! Kenapa Ayah justru memberikannya pada Onii-chan? Padahal koleksi sepatu bolanya sudah menggunung!!”

“Itu karena Daisuke baru saja berulang tahun yang ke-18 lusa kemarin bukan…” Ibunya berjalan keluar dari dapur membawa sebuah nampan berisi sarapan yang merupakan gyoza dan sup miso. “Ayah dan Ibu belum sempat memberikan kadonya kemarin karena Daisuke menginap di rumah temannya dan pulang keesokan hari, lagipula ia adalah kapten tim sepak bola di sekolahnya.” Ibunya mengelus kepala anak laki-lakinya itu penuh sayang untuk meredakan emosi anaknya sambil memasukan bekal ke dalam tas anak bungsunya itu.

Pemuda itu hanya terdiam saja, terlihat berpikir. Namun akhirnya ia menghela napas. “Akankah kalian membelikan sepatu bola yang baru di ulang tahunku yang ke-16?” dan melihat kedua orang tuanya tersenyum dan mengangguk, ia pun ikut tersenyum. Saat ia melirik ke jam dinding, matanya segera melebar.

“Yabai!! Aku akan terlambat lagi!!” ia berlari ke pintu utama dan memakai sepatu secepat mungkin. “Ittekimasu!!!” teriaknya sambil menutup pintu dengan keras.

“Iterasshai…”

Suami-istri itu hanya bisa menggeleng melihat sikap anak laki-laki mereka. “Rasanya kita harus mendisiplinkannya agar tidak terlambat setiap hari,” ucap sang ayah. Istrinya mengangguk setuju.


***